Studi Keanekaragaman Hayati di Wilayah Binaan PT. Pertamina Patra Niaga Integrated Terminal Teluk Kabung

                    LEMBAR PENGESAHAN

1

Judul

:

Dokumen Verifikasi “Studi Keanekaragaman Hayati di Wilayah Binaan PT. Pertamina Patra Niaga Integrated Terminal Teluk Kabung”

2

Nama Perusahaan

:

PT Pertamina

3

Jenis Industri

:

Migas Distribusi

4

Lokasi

:

IT Teluk Kabung

5

Ketua Tim Penyusun

:

Dr. Tatang Mitra Setia, M.Si.

6

Verifikator

:

Dr. Ir. Nonon Saribanon, M.Si.

7

Tim Penyusun

:

1.    Alvira Noer Effendi, M.Si.

2.    Muhammad Hudan Assalam, S.Si.

8

Ringkasan

:

-  Pelaksanaan kegiatan “Pembuatan Laporan Baseline Keanekaragaman Hayati di Kawasan Konservasi” bukan dalam rangka memenuhi peraturan (Bukan Kewajiban);

-   Terdapat dampak positif terhadap lingkungan atas perhitungan indeks keanekaragaman hayati di kawasan konservasi



I. PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang

Wilayah Bungus Teluk Kabung di Kota Padang, Sumatera Barat, memiliki potensi besar dalam hal keanekaragaman hayati, terutama dalam ekosistem mangrove dan terumbu karang. Potensi ini menawarkan peluang untuk mengembangkan dan mengoptimalkan konservasi keanekaragaman hayati yang sangat penting untuk keberlanjutan ekosistem setempat (Saroinsong dan Nurmawan, 2020; Siboro, 2019). Namun, tantangan besar juga dihadapi, terutama dengan adanya penurunan luasan hutan mangrove yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Penurunan ini disebabkan oleh berbagai faktor, terutama terkait dengan perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut. Selain itu di dalamnya terdapat aktivitas pembangunan dan konversi lahan mangrove menjadi tambak dan areal pertanian.

Ekosistem mangrove di Teluk Kabung Tengah memainkan peran penting sebagai sistem penyangga kehidupan. Hutan mangrove ini berfungsi sebagai penghalang alami dari serangan ombak dan angin laut, serta membantu mencegah erosi pantai. Mangrove juga menyediakan habitat penting bagi berbagai spesies flora dan fauna, serta berperan dalam siklus nutrien dan penyerapan karbon. Di wilayah Teluk Kabung Tengah, ekosistem mangrove mencakup area seluas 20 hektar. Keberadaan mangrove yang sehat dapat mengurangi dampak bencana alam seperti tsunami, yang terlihat dari peristiwa tsunami tahun 2004 di mana wilayah dengan hutan mangrove yang lebat mengalami dampak yang minimal.

Terumbu karang di Taman Bawah Laut Pertamina, dekat Pulau Pasumpahan, merupakan salah satu ekosistem laut yang paling produktif dan bernilai tinggi baik secara ekologis maupun ekonomi. Terumbu karang menyediakan habitat bagi berbagai spesies biota laut, yang saling berinteraksi membentuk suatu ekosistem yang kompleks. Namun, terumbu karang juga rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti penangkapan ikan dengan bahan peledak dan penggunaan sianida. Kondisi ini memerlukan upaya konservasi yang intensif untuk menjaga kelestarian terumbu karang di wilayah ini.

Ekosistem perkantoran di IT Teluk Kabung mencakup area hijau di sekitar bangunan kantor yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau. Area hijau ini membantu dalam pengendalian suhu mikro, mengurangi polusi udara, dan menyediakan habitat bagi flora dan fauna kota. Vegetasi di area ini, yang terdiri dari tanaman hias, pohon peneduh, dan rumput, memainkan peran penting dalam penyerapan karbon dioksida dan pelepasan oksigen, meningkatkan kualitas udara di sekitar kantor. Selain itu, area hijau ini juga menyediakan tempat berlindung dan sumber makanan bagi burung dan serangga, yang berkontribusi pada keseimbangan ekosistem lokal.

Perubahan iklim global telah memberikan dampak nyata pada wilayah pesisir Sumatera, termasuk di Teluk Kabung. Peningkatan frekuensi dan intensitas gempa bumi, serta naiknya permukaan air laut, semakin memperparah kondisi lingkungan di wilayah ini. Kondisi ini menambah urgensi untuk melakukan upaya konservasi dan pemulihan ekosistem yang ada.

Program pengelolaan keanekaragaman hayati di wilayah binaan IT Teluk Kabung tahun 2024 menjadi sangat penting. Program ini bertujuan untuk mendokumentasikan dan memverifikasi kondisi baseline keanekaragaman hayati di tiga ekosistem utama: mangrove, terumbu karang, dan perkantoran. Dokumen verifikasi ini diharapkan dapat memberikan dasar yang kuat untuk perencanaan dan pelaksanaan upaya konservasi serta pemulihan ekosistem di wilayah binaan IT Teluk Kabung.

2.      Tujuan

Tujuan penyusunan baseline data adalah sebagai berikut:

·       Mengidentifikasi dan mendokumentasikan kondisi keanekaragaman hayati di ekosistem mangrove, terumbu karang, dan perkantoran di wilayah binaan IT Teluk Kabung pada tahun 2024.

·       Menyediakan data dasar yang akurat dan komprehensif mengenai flora dan fauna yang ada di ketiga ekosistem tersebut.

 

3.      Ruang Lingkup

Pendataan baseline keanekaragaman hayati di wilayah binaan IT Teluk Kabung tahun 2024 meliputi tiga ekosistem utama: ekosistem mangrove di Teluk Kabung Tengah, ekosistem terumbu karang di Taman Bawah Laut Pertamina dekat Pulau Pasumpahan, dan ekosistem perkantoran di IT Teluk Kabung. Kegiatan ini mencakup identifikasi dan dokumentasi flora dan fauna, penilaian kondisi lingkungan pada ketiga ekosistem tersebut. Pendataan dilakukan dengan metode ilmiah yang melibatkan pengambilan sampel dan pengamatan lapangan. Selain itu, ruang lingkup juga mencakup evaluasi efektivitas program pengembangan masyarakat (ComDev) yang telah diimplementasikan. Data yang dikumpulkan akan digunakan sebagai dasar untuk perencanaan kebijakan lingkungan, peningkatan kesadaran masyarakat, serta mendukung penelitian ilmiah lebih lanjut mengenai keanekaragaman hayati di wilayah ini.

 


 

II. METODOLOGI

1.      Lokasi Penelitian

a.    Deskripsi Lokasi Area Konservasi

Teluk Kabung Tengah (Mangrove) (Dokumen Internal)

Nomor MoU

:

- (Belum ada data MoU)

Pihak yang terlibat

:

Pertamina Patra Niaga Regional SUMBAGUT IT Teluk Kabung dengan Desa Wisata Teluk Buo

Program

:

Wisata Mangrove

Area konservasi

:

Kelurahan Teluk Kabung Tengah, Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kota Padang. 

Luasan area

:

20 Hektar

Titik koordinat

:

1,07710° S, 100,38923° E

Ruang lingkup

:

-

 

Teluk Kabung Selatan (Terumbu Karang) (Dokumen Internal)

Nomor MoU

:

X/FI 1434/2019-50 (1 Agustus 20219 – 1 Agustus 2024)

Pihak yang terlibat

:

PT Pertamina (PERSERO) Terminal BBM Teluk Kabung dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat

Program

:

Konservasi Terumbu Karang Buatan dan Transplantasi Karang di Peraian Sungai Pisang dan Pulau Kecil di Sekitarnya

Area konservasi

:

Gosong Bada, RT. 02 RW 02 Desa Sungai Pisang Kelurahan Teluk Kabung Selatan, Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kota Padang

Luasan area

:

X Hektar

Titik koordinat

:

S: 01'06.735 E: 100°21.781'

Ruang lingkup

:

a.   Pemetaan kondisi perairan dan masyarkat di sekitar perairan area konservasi.

b.   Pelaksanaan Konservasi tidak terbatas pada terumbu karang namun seluruh kegiatan yang mendukung konservasi ekosistem laut dan pulau-pulau kecil di daerah sungai pisang.

c.   Branding dan pemasangan papan nama dengan desain sesuai standar Pertamina

d.   Pembuatan laporan kegiatan lengkap dengan koordinat area konservasi.

e.   Dokumentasi penanaman dan pelaporan hasil konservasi terumbu karang dan pulau kecil di sekitarnya.

 

b.    Peta area penelitian

 

Gambar 1. Peta area penelitian kawasan konservasi di sekitar wilayah binaan IT Teluk Kabung; Teluk Kabung Tengah, Teluk Kabung Selatan (Pulau Pasumpahan), dan IT Teluk Kabung

2.      Waktu Pelaksanaan

Kegiatan pendataan dilakukan pada tanggal 3 – 6 Juni 2024 di kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kota Padang, provinsi Sumatera Barat. Terdapat 3 situs yang didata keanekaragaman hayatinya, yaitu ekosistem mangrove di Teluk Kabung Tengah, ekosistem terumbu karang di Teluk Kabung Selatan, dan ekosistem perkantoran di IT Teluk Kabung.

 

3.  Metode Pengumpulan Data

Secara umum, sebelum dilakukan sampling flora dan fauna. Pertama melakukan pengukuran data abiotik di setiap lokasi pendataan. Pengukuran data abiotik digunakan untuk mengukur dan mengumpulkan faktor-faktor lingkungan dalam suatu ekosistem. Pengukuran data ini menggunakan instrumen yang mencakup fungsinya masing-masing (Tabel 1)

 

Tabel 1. Instrumen faktor abiotik

No

Nama Alat

Satuan

Fungsi Alat

1

Lux

Lx

Untuk mengukur intensitas cahaya

2

Anemometer

m/s

Untuk mengukur kecepatan angin

3

Hygrometer

g/m3

Untuk mengukur kelembaban udara

4

Termometer

oC

Untuk mengukur suhu udara

5

pH tanah

-

Untuk mengukur pH tanah

6

Refraktometer

ppt

Untuk mengukur salinitas

a.    Flora

Kelompok vegetasi mangrove dan pantai menyediakan habitat penting bagi berbagai spesies flora dan fauna, serta melindungi garis pantai dari abrasi dan badai. Dalam ekologi, kelompok vegetasi ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori utama: mayor, minor, dan asosiasi (Tabel 2).

 

Tabel 2. Kriteria Kelompok Vegetasi Mangrove dan Vegetasi Pantai

No

Kelompok

Definisi

Contoh Tumbuhan

Vegetasi Mangrove

Vegetasi Pantai

1

Mayor

Jenis vegetasi yang mendominasi secara kuantitatif dan memiliki peran utama dalam struktur ekosistem.

Rhizophora apiculata

Casuarina equisetifolia

2

Minor

Jenis vegetasi yang hadir dalam jumlah lebih sedikit daripada mayor namun tetap memberikan kontribusi signifikan.

Avicennia alba

Ipomoea pes-caprae

3

Asosiasi

Kombinasi dari berbagai jenis vegetasi yang hidup bersama dalam suatu ekosistem, saling mendukung dan berinteraksi.

Sonneratia alba, Acanthus ilicifolius

Spinifex littoreus, Sesuvium portulacastrum

 

Pendataan flora dilakukan dengan metode eksplorasi di lokasi yang ditentukan pada pagi hari pukul 07.00-11.00 WIB dan sore hari pukul 15.00-17.00 WIB. Pendekatan digunakan untuk mengeksplorasi area sepanjang jalur dengan panjang transek antara 50 hingga 500 meter, dengan jarak kanan dan kiri sekitar 2 meter (Gambar 2). Setiap jenis flora yang ditemui dicatat menggunakan tabulasi data yang tersedia, mencakup berbagai kategori.

 

Gambar 2. Ilustrasi metode kuadrat untuk tingkat a) semai dan tumbuhan bawah; b) pancang; c) tiang; d) pohon

 

Pendataan juga menggunakan metode kuadrat untuk sampel flora yang didominasi oleh pepohonan (Krebs, 1989). Metode ini melibatkan penggunaan plot dengan ukuran yang bervariasi tergantung pada tingkat tumbuhan yang diamati (Tabel 3).

 

 

 

 

Tabel 3. Ukuran berbagai tingkat pertumbuhan tumbuhan

No

Tingkat Pertumbuhan

Kriteria

1

Pohon

Diameter lebih dari 20 cm dengan plot ukuran 20x20 meter

2

Tiang

Diameter antara 10 hingga 20 cm dengan plot ukuran 10x10 meter

3

Pancang

Diameter kurang dari 10 cm dan tinggi 1.5 meter, dengan plot ukuran 5x5 meter

4

Semai

Tinggi kurang dari 1.5 meter dengan plot ukuran 2x2 meter

 

Setiap plot kuadrat digunakan untuk menghitung kelimpahan, nama jenis, dan frekuensi tumbuhan yang diamati (Krebs, 1989). Data morfologi seperti tinggi dan diameter pohon, serta karakteristik daun, bunga, dan buah juga dicatat untuk setiap spesimen yang terdokumentasi.

Pendataan biomassa pohon dilakukan dengan mengukur diameter setinggi dada dan komponen pengukuran lainnya, yang relevan dengan dugaan penyerapan karbon, mengacu pada metodologi yang dijelaskan dalam literatur ilmiah terkait (Tabel 4). Metode sampling flora ini penting untuk pemahaman yang lebih baik tentang komposisi dan struktur ekosistem mangrove dan vegetasi pantai, serta untuk mendukung upaya konservasi dan pengelolaan yang berkelanjutan.

 

Tabel 4. Alat dan bahan pendataan flora

No

Nama Alat dan Bahan

Fungsi Alat

1

Global Posittioning System (GPS)

Untuk mengambil titik plot pendataan

2

Tabulasi data

Untuk merekap dan menuliskan data flora di lapangan

3

Meteran

Untuk mengukur keliling pohon

4

Alat tulis

Untuk menuliskan data lapangan

5

Kamera

Untuk dokumentasi kegiatan

6

Buku/Ebook identifikasi flora

Untuk mengidentifikasi jenis maupun klasifikasi flora

7

Koran, sasak kayu, alkohol

Untuk membuat herbarium flora

 

 

b.    Fauna

Pengamatan fauna dilakukan menggunakan metode Visual Encounter Survei (VES) pada setiap situs penelitian. Metode ini mencakup pendataan fauna yang ditemukan sepanjang jalur yang ada, dengan panjang transek berkisar antara 50 hingga 500 meter. Pengamatan dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi hari pukul 07.00-11.00 WIB dan sore hari pukul 15.00-17.00 WIB, dengan pengulangan satu kali untuk setiap sesi pengamatan.

 

Selama pengamatan, karakteristik morfologi fauna seperti ukuran, warna, perilaku, dan suara dicatat secara detail. Karakteristik ini kemudian dicocokkan dengan buku panduan lapangan untuk mengidentifikasi jenis spesifik fauna yang ditemukan. Setiap observasi didokumentasikan secara rinci untuk memastikan data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Pendekatan ini memungkinkan pengumpulan data yang komprehensif dan sistematis mengenai keanekaragaman fauna di setiap situs penelitian, serta memberikan informasi yang esensial untuk analisis lebih lanjut dalam konteks ekologi dan konservasi.

 

c.    Terumbu karang

Pengambilan data menggunakan dua metode, yaitu Line Intecept Transect (LIT) (di Teluk Kabung Tengah) (Gambar 3) dan Coral Watch (di Teluk Kabung Selatan). Pengambilan data karang menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) dengan cara memasang transek sepanjang 30 m yang diletakkan pada kedalaman 3 – 10 m pada dasar perairan. Metode LIT berfokus terhadap bidang horizontal dari karang, dan dapat memberikan gambaran data strukur pembangun komunitas terumbu karang (English et al., 1997). Pengambilan data dilakukan pada pagi hari pukul 09.00 – 11.00 WIB dengan satu kali pengulangan.

 

Gambar 3. Metode Line Intercept Transect (LIT)

 

Pengambilan data kesehatan karang menggunakan metode Coralwatch dengan melihat Coral Health Chart untuk melakukan pengukuran warna pada karang (Siebeck et al., 2006). Cocokan warna koloni karang menggunakan Coral Health Chart hingga mendapatkan warna yang sesuai dengan grafik tabel tersebut. Selanjutnya catat skor warna koloni karang sesuai dengan yang ada pada Coral Health Chart untuk selanjutnya dilakukan analisis presentase kesehatan karang dari seluruh koloni yang dilakukan pengukuran warna. Kriteria indeks skor warna menunjukkan apabila skor warna ≤ 2 termasuk koloni karang bleaching dan skor warna ≥ 3 termasuk koloni karang non-bleaching.

 

 

4.  Metode Analisis Data

a.    Status Konservasi

Semua data yang didapatkan, ditabulasi, dan diurutkan berdasarkan familinya. Status konservasi spesies yang didata merujuk pada IUCN Red List of Threatened Species, CITES, dan Peraturan KLHK P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1 /12/2018.

 

b.    Indeks Keanekaragaman Jenis

Digunakan untuk mengetahui tingkat keanekaragaman jenis hewan. Pada perhitungan nilai indeks keanekaragaman jenis, ditentukan Indeks Shannon-Wiener (Huston, 1994) dengan persamaan sebagai berikut:

 

 , dimana  

 

 

Keterangan:


H’ = Indeks Keanekaragaman Jenis

pi = Proporsi nilai penting jenis ke-i

ln = Logaritma Natural

ni = Jumlah Individu pada jenis ke 1

N = Jumlah individu seluruh jenis


 

Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener kemudian dikelompokkan secara empiris menjadi:

·         Nilai H’ < 1         : Keanekaragaman rendah, tekanan ekologi tinggi

·         Nilai 1 < H’< 3    : Keanekaragaman sedang, tekanan ekologi sedang

·         Nilai H’ > 3         : Keanekaragaman tinggi, tekanan ekologi rendah

 

 

c.     Kelimpahan Jenis

Kelimpahan menunjukkan jumlah individu dari jenis-jenis yang menjadi anggota suatu komunitas. Kelimpahan relatif dihitung dengan membagi kelimpahan suatu jenis dengan kelimpahan seluruh jenis. Nilai kelimpahan dan kelimpahan relatif (Van Balen, 1984) dapat dihitung sebagai berikut:

 

 

 

d.    Biomassa Karbon Pohon

Upaya pengurangan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) yang paling utama di lahan pemukiman salah satunya adalah dengan melakukan penghijauan. Konsep dari pengurangan konsentrasi GRK adalah dengan mengurangi pelepasan CO2 ke udara. Untuk itu, jumlah CO2 di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO2 oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan GRK serendah mungkin. Oleh karena itu, diperlukan jumlah cadangan karbon (biomassa) untuk melihat karbon yang diserap agar dapat mengurangi emisi yang ada di lingkungan. Menurut Hardiansyah (2011) dalam SNI 7724:2011 disebutkan besaran persentase karbon dalam kayu, serasah dan kayu mati sebesar 47%. Untuk mendapatkan nilai W (biomassa), diperlukan nilai allometrik dari setiap jenis tumbuhan atau bisa menggunakan allometrik secara umum (Tabel 5).

 


 

Tabel 5. Persamaan allometrik beberapa tumbuhan

No.

Jenis tumbuhan

Algoritma

1

Avicennia alba

W = 0,079211 x DBH2,470895

2

Avicennia marina

W = 0,1848 x DBH2,3524

3

Rhizopora apiculata

W = 0,128 x DBH2,6

4

Soneratia alba

W = 0,0825 x DBH0,89

5

Persamaan allometrik umum

W = 0,251 x p x DBH2,46

 

Setelah mengetahui biomassa dari setiap jenis tumbuhan, selanjutnya untuk menduga karbon dalam pohon dapat digunakan persamaan berikut:

 

 

Keterangan:

C        : Karbon pohon (kg/m2)

W       : Biomassa (kg)

47%    : Konstanta karbon menurut SNI 7724:2011

 

 

 


 

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.      Deskripsi Umum

Teluk Kabung, terletak di kawasan Bungus, Teluk Kabung, adalah salah satu lokasi yang menjadi fokus program wisata berkelanjutan mangrove dan terumbu karang. Wilayah ini dikenal dengan kekayaan ekosistem mangrove yang melimpah serta keindahan terumbu karang yang menarik. Program ini terintegrasi dengan IT Teluk Kabung dan Pokdarwis Teluk Buo, yang berperan penting dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan (Gambar 4). IT Teluk Kabung berperan sebagai pusat pendidikan dan penelitian untuk menjaga kelestarian ekosistem mangrove dan terumbu karang, sementara Pokdarwis Teluk Buo bertugas sebagai wadah untuk mengembangkan potensi wisata lokal secara berkelanjutan. Kolaborasi antara Pokdarwis Teluk Buo dengan IT Teluk Kabung memungkinkan pengembangan program pendidikan lingkungan dan tur edukatif yang memberikan pemahaman mendalam tentang pentingnya pelestarian mangrove dan terumbu karang bagi keberlangsungan ekosistem laut.

 

  

Gambar 4. Kolaborasi IT Teluk Kabung dan PokDarWis Teluk Buo

 

a.    Ekosistem Mangrove: Teluk Kabung Tengah

Mangrove di Teluk Kabung Tengah mencakup area seluas 20 hektar yang terdiri dari hutan mangrove dengan dominasi spesies Rhizophora apiculata, Argiceras corniculatum, dan Rhizophora stylosa. Tumbuhan minor yang ada di ekosistem ini antara lain Acanthus ilicifolius dan Nypa fructicans (Gambar 5).

(a)

(b)

(c)

 

Gambar 5. Gambaran ekosistem mangrove di Teluk Kabung Tengah; (a-b) bagian depan yang menghadap laut, (c) bagian dalam


 

Hutan mangrove ini terletak di daerah pesisir yang dipengaruhi oleh pasang surut laut, menyediakan habitat yang kaya d  an beragam bagi berbagai spesies flora dan fauna. Mangrove berfungsi sebagai penyangga antara ekosistem darat dan laut, menyerap gelombang dan melindungi garis pantai dari erosi. Rhizophora apiculata, dengan akar tongkatnya yang khas, berperan penting dalam stabilisasi sedimen dan penyediaan tempat berlindung bagi banyak organisme akuatik. Argiceras corniculatum dan Rhizophora stylosa turut menambah kompleksitas struktur habitat dengan sistem akar dan daun yang berbeda, yang mendukung keanekaragaman hayati yang tinggi.

Mangrove di Teluk Kabung Tengah menyediakan berbagai jasa ekosistem, termasuk penyerapan karbon, penyaringan polutan, dan penyediaan habitat untuk perikanan penting. Selain itu, mangrove juga berperan dalam siklus nutrien, membantu menjaga kualitas air di kawasan pesisir. Vegetasi minor seperti Acanthus ilicifolius dan Pandanus tectorius, meskipun tidak dominan, berkontribusi pada keragaman vegetasi dan menyediakan sumber makanan serta perlindungan bagi fauna lokal.

 

b.    Ekosistem Laut: Terumbu Karang di Pulau Pasumpahan, Teluk Kabung Selatan

Pulau Pasumpahan di Teluk Kabung Selatan dikenal dengan ekosistem terumbu karangnya yang kaya dan beragam (Gambar 6). Terumbu karang di kawasan ini merupakan bagian penting dari ekosistem laut dengan substrat pasir dan patahan karang, yang menyediakan habitat bagi berbagai spesies ikan, invertebrata, dan organisme laut lainnya.

 

Gambar 6. Gambaran ekosistem terumbu karang di Taman Laut Pertamina (dekat Pulau Pasumpahan), Kawasan Teluk Kabung Selatan

Terumbu karang di Pulau Pasumpahan berada di perairan tropis dengan kondisi suhu yang stabil dan jernih, memungkinkan penetrasi cahaya yang cukup untuk fotosintesis alga simbiotik (zooxanthellae) yang hidup dalam jaringan karang. Struktur kompleks dari terumbu karang memberikan tempat berlindung, tempat berkembang biak, dan sumber makanan bagi berbagai spesies laut. Karang-karang keras seperti Acropora dan Porites merupakan penyusun utama terumbu di kawasan ini, memberikan kerangka struktural yang penting.

Terumbu karang di Pulau Pasumpahan berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut. Mereka berfungsi sebagai habitat utama bagi berbagai spesies ikan karang yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting untuk perikanan lokal. Selain itu, terumbu karang juga berperan dalam perlindungan garis pantai dari abrasi dan erosi yang disebabkan oleh gelombang laut. Ekosistem ini juga menjadi daya tarik wisata, mendukung ekonomi lokal melalui ekowisata berbasis kelautan.

 

c.    Ekosistem Perkantoran: IT Teluk Kabung

Kantor Pertamina di IT Teluk Kabung merupakan bagian dari ekosistem perkantoran yang unik, di mana interaksi antara aktivitas manusia dan lingkungan menciptakan dinamika ekologi tersendiri. Ekosistem perkantoran ini didominasi oleh struktur bangunan dan infrastruktur yang dirancang untuk mendukung operasional perusahaan. Area hijau yang ada di sekitar kantor berfungsi sebagai ruang terbuka hijau, membantu dalam pengendalian suhu mikro, mengurangi polusi udara, dan menyediakan habitat bagi flora dan fauna kota (Gambar 7). Vegetasi di area ini biasanya terdiri dari tanaman hias, pohon peneduh, dan rumput yang dirawat secara rutin.

 

(a)

(b)

Gambar 7. Gambaran ekosistem perkantoran di IT Teluk Kabung; (a-b) bagian depan, (c) bagian belakang

Meskipun merupakan lingkungan buatan, ekosistem perkantoran di Kantor Pertamina memiliki peran ekologis yang signifikan. Area hijau membantu dalam mitigasi efek urban heat island dengan menurunkan suhu sekitar. Vegetasi juga berkontribusi pada penyerapan karbon dioksida dan pelepasan oksigen, meningkatkan kualitas udara di sekitar area perkantoran. Selain itu, area hijau ini juga menyediakan tempat berlindung dan sumber makanan bagi burung dan serangga, yang berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem lokal.

2.      Ekosistem Mangrove

a.      Faktor abiotik

Untuk memahami kondisi lingkungan yang mempengaruhi flora fauna pada ekosistem mangrove di Teluk Kabung, hasil pengukuran berbagai faktor abiotik telah disajikan dalam

Tabel 6.

 


 

Tabel 6. Kondisi lingkungan ekosistem mangrove di Teluk Kabung Tengah

No

Data abiotik

Lokasi

Teluk Kabung Tengah

1

Lux

1036

2

Angin (m/s)

0

3

Kelembaban udara (g/m³)

80,7

4

Suhu udara (°C)

31,5

5

pH tanah

5,2

6

Suhu tanah (°C)

33

7

Kecerahan (meter)

0,5

8

Suhu air (°C)

28

9

Salinitas (ppt)

28

10

pH air

6,7

11

Nitrat dalam air

2

12

Fosfat dalam air

0,03

 

Ekosistem mangrove di Teluk Kabung Tengah mencakup area seluas 20 hektar dengan dominasi spesies Rhizophora apiculata, Argiceras corniculatum, dan Rhizophora stylosa. Mangrove ini berfungsi sebagai penyangga alami antara ekosistem darat dan laut, memainkan peran penting dalam menyerap gelombang dan melindungi garis pantai dari erosi, serta menyediakan habitat yang kaya bagi berbagai spesies flora dan fauna. Pengukuran faktor abiotik menunjukkan bahwa kondisi lingkungan di mangrove Teluk Kabung Tengah mendukung keberlanjutan ekosistem tersebut, dengan suhu udara 31,5°C, kelembaban udara 807 g/m³, dan pH tanah 5,2. Faktor-faktor ini menciptakan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan mangrove dan mendukung berbagai jasa ekosistem, seperti penyerapan karbon, penyaringan polutan, dan penyediaan habitat bagi perikanan penting. Meskipun demikian, pH tanah yang sedikit asam memerlukan perhatian lebih dalam upaya konservasi, agar fungsi ekologis mangrove sebagai penstabil sedimen dan penyedia tempat berlindung bagi organisme akuatik tetap optimal. Implementasikan strategi pengelolaan yang berkelanjutan, dengan fokus pada pemantauan kondisi abiotik secara berkala dan upaya restorasi jika diperlukan, guna memastikan kelestarian dan fungsi ekosistem tersebut dalam jangka panjang.

 

b.    Keanekaragaman flora

Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi di lokasi penelitian, secara keseluruhan ditemukan 5 spesies flora yang tersebar di ekosistem mangrove Teluk Kabung Tengah, yang terdiri dari 3 mangrove mayor dan 2 mangrove minor (Gambar 8, Tabel 7).


 

 

Rhizophora apiculata

Argiceras corniculatum

Rhizophora stylosa

Acanthus ilicifolius

Nypa fruticans

 

Gambar 8. Flora yang ditemukan dalam ekosistem mangrove di Teluk Kabung Tengah


 

Tabel 7. Komposisi vegetasi penyusun ekosistem mangrove kategori pohon di Teluk Kabung Tengah

No

Famili

Nama Ilmiah

Nama Lokal

Nama Inggris

Tipe

Status Konservasi

IUCN

CITES

PerMen

1

Acanthaceae

Acanthus ilicifolius

Jeruju

Holly Mangrove

Minor

LC

-

-

2

Arecaceae

Nypa fruticans

Nipah

Nipa Palm

Minor

LC

-

-

3

Primulaceae

Argiceras corniculatum

Gigi gajah, tudung laut

Black Mangrove, River Mangrove

Mayor

-

-

-

4

Rhizophoraceae

Rhizophora apiculata

Bakau belah, bakau minyak

Red Mangrove

Mayor

LC

-

-

5

Rhizophoraceae

Rhizophora stylosa

Bakau Pasir

Spotted Mangrove

Mayor

LC

-

-

Catatan:

IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resource): CR= Critically Endangered (Kritis), EN= Endangered (Genting), VU= Vurnerable (Rentan), NT= Near Thatened (Mendekati Terancam), LC= Least Concern (Resiko Rendah), NE= Not Evaluated (Tidak Dievaluasi); CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora); PerMen= Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.112/2018

Kategori CITES (https://www.cites.org):

Appendiks I (Semua jenis yang terancam punah dan berdampak apabila diperdagangkan. Perdagangan hanya diijinkan hanya dalam kondisi tertentu misalnya untuk riset ilmiah); Appendiks II (Jenis yang statusnya belum terancam, tetapi akan terancam punah apabila dieksplotasi berlebihan); Appendiks III (Seluruh jenis yang juga dimasukkan dalam peraturan di dalam perdagangan dan negara lain berupaya mengontrol dalam perdagangan tersebut agar terhindar dari eksploitasi yang tidak berkelanjutan).

 

Struktur vegetasi mangrove di Teluk Kabung Tengah, dengan distribusi jumlah total individu, Kelimpahan (K), Kerapatan Relatif (KR), dan estimasi penyerapan karbon dapat dilihat pada Tabel 8.

 

Tabel 8. Distribusi jumlah total individu, kelimpahan relatif (KR), dan estimasi penyerapan karbon (C) pada vegetasi penyusun ekosistem mangrove di Teluk Kabung Tengah

No

Nama Ilmiah

Nama Lokal

Nama Inggris

Jumlah (Ni)

KR (%)

Estimasi Penyerapan

Karbon (kg/m3)

1

Nypa fruticans

Nipah

Nipa Palm

4

0,58

275,21

2

Argiceras corniculatum

Gigi gajah, tudung laut

Black Mangrove, River Mangrove

4

0,58

417,84

3

Rhizophora apiculata

Bakau belah, bakau minyak

Red Mangrove

675

98,40

643,36

4

Rhizophora stylosa

Bakau Pasir

Spotted Mangrove

3

0,44

262,06

Total

 

686

100

1598,47

 

 

Gambar 9. Kelimpahan vegetasi di ekosistem mangrove Teluk Kabung Tengah

 

Ekosistem mangrove di Teluk Kabung Tengah didominasi oleh spesies Rhizophora apiculata, yang memiliki kelimpahan relatif tertinggi sebesar 98,40% (Gambar 9). Indeks keanekaragaman flora yang sangat rendah dengan nilai 0,007 mencerminkan dominasi spesies tunggal ini, yang menunjukkan bahwa ekosistem ini kurang beragam dan mengalami ketidakseimbangan ekologi. Dominasi Rhizophora apiculata diduga karena kondisi lingkungan yang sangat mendukung pertumbuhannya, seperti salinitas yang stabil, substrat yang sesuai, dan minimnya gangguan dari spesies lain. Hal ini dapat menyebabkan rendahnya tingkat kompetisi antartumbuhan, yang akhirnya mengarah pada monopoli ruang oleh spesies ini. Dari perspektif ekologi, dominasi spesies tunggal dapat mengurangi resilien ekosistem terhadap perubahan lingkungan dan meningkatkan risiko terhadap gangguan seperti serangan hama atau perubahan iklim. Oleh karena itu, penting bagi PT Pertamina untuk mempertimbangkan upaya restorasi dan diversifikasi vegetasi guna meningkatkan keanekaragaman hayati di ekosistem mangrove Teluk Kabung Tengah, yang akan berkontribusi pada stabilitas ekosistem dan kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungan di masa depan.

 

 


c.     Keanekaragaman fauna

Diperoleh data fauna di ekosistem mangrove sebanyak 3 jenis burung. Daftar lengkap jenis fauna yang ditemukan selama survei dapat dilihat pada Tabel 9. Indeks keanekaragaman 0,82.

 

Tabel 9. Daftar spesies fauna yang ditemukan di ekosistem mangrove

No

Famili

Nama Ilmiah

Nama Lokal

Nama Inggris

Jumlah

IUCN

CITES

1

Pycnonotidae

Pycnonotus plumosus

Merbah belukar

Olive-winged bulbul

2

LC

-

2

Rhipiduridae

Rhipidura javanica

Kipasan belang

Malaysian pied fantail

5

LC

-

3

Apodidae

Collocalia linchi

Walet linchi

Cave swiftlet

15

LC

-

Total

22

Catatan:

IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resource): CR= Critically Endangered (Kritis), EN= Endangered (Genting), VU= Vurnerable (Rentan), NT= Near Thatened (Mendekati Terancam), LC= Least Concern (Resiko Rendah), NE= Not Evaluated (Tidak Dievaluasi); CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora); PerMen= Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.112/2018

Kategori CITES (https://www.cites.org):

Appendiks I (Semua jenis yang terancam punah dan berdampak apabila diperdagangkan. Perdagangan hanya diijinkan hanya dalam kondisi tertentu misalnya untuk riset ilmiah); Appendiks II (Jenis yang statusnya belum terancam, tetapi akan terancam punah apabila dieksplotasi berlebihan); Appendiks III (Seluruh jenis yang juga dimasukkan dalam peraturan di dalam perdagangan dan negara lain berupaya mengontrol dalam perdagangan tersebut agar terhindar dari eksploitasi yang tidak berkelanjutan).

 

Ekosistem mangrove di Teluk Kabung Tengah, yang didominasi oleh spesies Rhizophora apiculata, tidak hanya penting bagi stabilitas lingkungan pantai, tetapi juga menyediakan habitat bagi berbagai jenis fauna yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Berdasarkan data survei, ditemukan tiga jenis burung utama di ekosistem ini, yaitu Pycnonotus plumosus (Merbah Belukar), Rhipidura javanica (Kipasan Belang), dan Collocalia linchi (Walet Linchi), dengan total populasi 22 individu. Keberadaan ketiga spesies ini dalam kategori "Least Concern" (LC) menurut IUCN menunjukkan bahwa meskipun mereka tidak menghadapi ancaman langsung terhadap kelangsungan hidupnya secara global, kondisi lokal yang kurang mendukung dapat menjadi faktor pembatas yang signifikan bagi populasi mereka di kawasan mangrove ini. Indeks keanekaragaman fauna yang tercatat sebesar 0,82 menunjukkan bahwa meskipun keanekaragaman fauna tergolong rendah, adanya dominasi spesies tertentu masih perlu diperhatikan untuk menjaga keseimbangan ekologis.

Selain burung, ekosistem mangrove ini juga mendukung kehidupan fauna lain seperti ikan tembakul atau glodok (Periophthalmus sp.), kelomang (Coenobita sp.), kepiting biola (Uca sp.), capung jarum (Odonata), dan kupu-kupu dari ordo Lepidoptera (Gambar 10). Ikan tembakul, misalnya, memainkan peran penting dalam siklus nutrien di ekosistem mangrove dengan aktivitas penggalian lubangnya yang membantu aerasi tanah dan mendukung dekomposisi bahan organik. Kelomang dan kepiting biola berfungsi sebagai detritivor, menguraikan bahan organik yang jatuh ke lantai hutan mangrove, sehingga mendukung kesuburan tanah dan kelangsungan vegetasi mangrove. Capung jarum dan kupu-kupu juga menunjukkan kesehatan ekosistem yang baik, karena organisme sering kali menjadi indikator kualitas lingkungan, khususnya dalam hal keberadaan air bersih dan vegetasi yang sehat.

 

 

 

Ikan Tembakul/Glodok

(Periophthalmus sp.)

 

 

Kelomang

(Coenobita sp.)

 

 

Kepiting Biola

(Uca sp.)

 

 

Capung jarum

(Famili Odonata)

 

 

Kupu-kupu

(Famili Lepidoptera)

 

Gambar 10. Beberapa jenis fauna lain yang ditemukan di ekosistem mangrove

 

Untuk PT Pertamina, penting untuk mempertimbangkan strategi konservasi yang dapat mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas habitat dan mendorong peningkatan keanekaragaman fauna di ekosistem mangrove Teluk Kabung Tengah. Ini dapat dilakukan melalui upaya rehabilitasi habitat dan pengelolaan lingkungan yang lebih ramah untuk mendukung keseimbangan ekosistem secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan berkontribusi pada keberlanjutan ekologis jangka panjang.


3.      Ekosistem Laut

a.    Faktor abiotik

Untuk memahami kondisi lingkungan yang mempengaruhi flora fauna pada ekosistem terumbu karang di Teluk Kabung Selatan, hasil pengukuran berbagai faktor abiotik telah disajikan dalam    Tabel 10.

 

    Tabel 10. Kondisi lingkungan ekosistem terumbu karang di Teluk Kabung                                                             

No

Data abiotik

Lokasi

Teluk Kabung Tengah

Teluk Kabung Selatan

1

Kecerahan (meter)

0,5

7

2

Suhu (°C)

29,2

30,4

3

Salinitas (ppt)

34

34

4

pH

7,57

7,6

5

DO (mg/l)

37,2

35,9

6

Nitrat

2

0

7

Fosfat

0,03

0,03

 

Hasil pengukuran faktor abiotik di ekosistem terumbu karang Teluk Kabung Selatan menunjukkan kondisi lingkungan yang mendukung keberlanjutan ekosistem, namun juga mengungkap potensi ancaman yang perlu diantisipasi. Kecerahan air yang mencapai 7 meter di Teluk Kabung Selatan menunjukkan perairan yang relatif jernih, yang esensial bagi proses fotosintesis zooxanthellae dalam jaringan karang, memungkinkan terumbu karang untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Namun, suhu air yang tercatat sebesar 30,4°C mendekati batas toleransi bagi banyak spesies karang tropis, yang berisiko menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) jika terjadi kenaikan suhu lebih lanjut, akibat dari perubahan iklim atau aktivitas manusia. Salinitas yang stabil pada 34 ppt dan pH air sebesar 7,6 menunjukkan lingkungan yang mendukung kehidupan laut, meskipun sedikit pengasaman laut yang terdeteksi dapat mempengaruhi kemampuan karang untuk mengendapkan kalsium karbonat, sehingga memperlambat pertumbuhan mereka. Kandungan oksigen terlarut (DO) sebesar 3,59 mg/l masih dalam batas aman, namun penurunan kadar oksigen dapat mengancam fauna laut yang bergantung pada oksigen yang cukup. Nilai nitrat yang nol dan fosfat yang rendah (0,03 mg/l) mengindikasikan bahwa perairan ini bebas dari eutrofikasi, namun tetap perlu pengawasan agar tidak terjadi peningkatan kadar nutrien yang dapat merusak ekosistem.

 

b.    Persentase tutupan karang

Pulau Pasumpahan

Berdasarkan hasil survei tutupan karang alami pada lokasi Pulau Pasumpahan menggunakan metode line intercept transect (LIT) yang diadaptasi dari English et al., (1997) (Gambar 12)[AV1] , diketahui bahwa presentase hasil tutupan karang coral (HC) di lokasi adalah 13,2% dan tutupan soft coral (SC) 2,4% (Gambar 11).

Gambar 11. Presentase tutupan major lifeform pulau pasumpahan

 

Hasil menunjukkan bahwa secara keseluruhan, tutupan karang di wilayah tersebut berada pada persentase yang relatif rendah, yaitu di bawah 24,9%, yang menurut Gomez dan Yap (1988), mengindikasikan kondisi yang memerlukan perhatian lebih dalam pengelolaan ekosistem karang. Walaupun tutupan presentase karang tergolong rendah, survei ini  mengungkapkan adanya indikasi positif dari ekosistem ini, yaitu ditemukan keberadaan beberapa spesies ikan yang merupakan indikator kesehatan ekosistem perairan. Ikan-ikan ini termasuk dalam famili Chaetodontidae dan Scaridae, yang telah dikenal sebagai penunjuk vitalitas lingkungan laut [AV2] (Gambar 12)(Perry et al., 2012; Pratchett, 2005).

 

 

(A)

(B)

 

Gambar 12. Spesies ikan yang ditemukan dalam ekosistem terumbu karang; (a) asosiasi soft coral dengan ikan famili Pomacentridae (b) ikan famili Chaetodontidae dan famili Scaridae

 

Gambar 2. Frekuensi distribusi skor warna karang transplantasi di pulau pasumpahan

 

Survei terkait kesehatan karang menggunakan metode coral watch health  pada karang hasil transplantasi di area Taman Laut Pertamina (dekat Pulau Pasumpahan) menunjukkan hasil yang baik. Dari total 30 karang yang dipantai, 83,33% di antaranya menunjukkan kondisi sehat dengan skor warna ≥ 3. Hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas karang transplantasi berhasil beradaptasi dan berkembang dengan baik dalam lingkungannya, sehingga mendukung keberlanjutan ekosistem bawah laut. Meskipun ada sebagian kecil, yaitu 16,67%, yang menunjukkan skor warna ≤ 3 yang mengindikasikan kondisi kurang optimal, fenomena pemutihan karang (coral bleaching) yang biasanya disebabkan oleh perubahan suhu air laut akibat krisis iklim, belum terjadi secara luas (Gambar 13)[AV3] . Hal ini memberikan ruang dan peluang untuk intervensi konservasi yang dapat mencegah kerusakan lebih lanjut.

 

(A)

(B)

 

Gambar 13. Kondisi terumbu karang di Teluk Kabung Selatan (Pulau Pasumpahan); (a) karang transplantasi Acropora digitate; (b) Karang transplantasi yang terdampak coral bleaching

Kesehatan terumbu karang memiliki implikasi yang signifikan terhadap ekosistem maritim. Menurut Moberg dan Folke (1999), terumbu karang yang sehat menyediakan habitat esensial untuk berbagai spesies laut seperti ikan, moluska, dan krustasea (Gambar 14). Keberadaan terumbu karang yang sehat juga penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan meningkatkan biodiversitas. Selain itu, terumbu karang yang terpelihara dengan baik, memiliki nilai tambah ekonomi, seperti yang diungkapkan oleh Burke et al., (2011). Kondisi terumbu karang yang baik menarik wisatawan melakukan kegiatan snorkeling, ekowisata, atau penyelaman, yang selanjutnya meningkatkan perekonomian lokal. Oleh karena itu, keberhasilan dalam pemeliharaan dan restorasi terumbu karang tidak hanya memberi manfaat ekologis tetapi juga mendukung pengembangan ekonomi berkelanjutan di Pulau Pasumpahan.

 

 

Gambar 14. Karang transplantasi Acropora digitate dengan ikan famili Pomacentridae

 

Teluk Kabung Tengah

Gambar 3. Presentase tutupan major lifeform teluk kabung tengah

Berdasarkan hasil survei tutupan karang pada lokasi Teluk Kabung Tengah menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT), sebagaimana yang diadaptasi dari English et al., (1997), menunjukkan bahwa presentase tutupan karang coral (HC) adalah 14,10% (Gambar 3). Menurut Gomez dan Yap (1988), presentase tutupan karang  ≤ 24,9% mengindikasikan kondisi yang belum optimal. Faktor-faktor abiotik seperti tingkat kecerahan, sendimentasi dan kadar nitrat yang tinggi, berperan dalam kondisi ini (Gambar 15)[AV4] .

Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa presentase tutupan menunjukkan lumpur atau silt (SI) sebesar 18,03% dan dead coral with algae (DCA) sebesar 29,57%. Penelitian Junjie (2014) dan Tuttle dan Donahue (2022), menyatakan bahwa tingkat sedimentasi yang tinggi di perairan dapat meningkatkan kekeruhan air, mengurangi penetrasi cahaya masuk untuk proses fotosintesis zooxanthellae yang bersimbiosis dengan karang. Kemudian, konsentrasi nitrat yang tercatat sebesar 2 mg/l menunjukkan tingkat nutrisi yang mendukung pertumbuhan alga. Ini berpotensi menghambat pertumbuhan karang, hingga dapat menyebabkan kematian karang. Selain itu pada ekosistem ini juga ditemuka teripang (Gambar 16).

 

 

Gambar 15. Pemutihan terumbu karang (coral bleaching); (a) karang coral massive yang mulai mengalami bleaching, (b) coral bleaching dan karang yang mati karena alga

Gambar 16. Macrobenthos teripang yang ditemukan

 

 

4.      Ekosistem Perkantoran

a.    Faktor abiotik

Untuk memahami kondisi lingkungan yang mempengaruhi flora fauna pada ekosistem perkantoran IT Teluk Kabung, hasil pengukuran berbagai faktor abiotik telah disajikan dalam Tabel 11.

 

Tabel 11. Kondisi lingkungan ekosistem perkantoran di IT Teluk Kabung

No

Data abiotik

Lokasi

IT Teluk Kabung

(bagian depan)

IT Teluk Kabung (bagian belakang)

1

Lux

8110

17030

2

Angin (m/s)

0

0

3

Kelembaban udara (g/m³)

79,2

76,2

4

Suhu udara (°C)

28,2

31,4

5

pH tanah

4,5

4,5

6

Suhu tanah (°C)

30

30

 

Hasil pengukuran faktor abiotik di ekosistem perkantoran IT Teluk Kabung menunjukkan variasi yang signifikan antara bagian depan dan belakang area perkantoran, yang dapat mempengaruhi distribusi dan kelangsungan hidup flora dan fauna di lingkungan ini. Intensitas cahaya yang tercatat mencapai 17.030 lux di bagian belakang dan 8.110 lux di bagian depan mengindikasikan perbedaan besar dalam penerimaan cahaya, yang dapat mempengaruhi fotosintesis tanaman dan aktivitas harian fauna. Suhu udara yang lebih tinggi di bagian belakang (31,4°C) dibandingkan bagian depan (28,2°C) juga menandakan adanya mikroklimat yang berbeda, yang bisa memengaruhi kenyamanan termal dan kesehatan tanaman serta fauna yang ada. Kelembaban udara yang tercatat lebih tinggi di bagian depan (792 g/m³) dibandingkan dengan bagian belakang (762 g/m³) mengindikasikan variasi mikroklimat yang dapat mempengaruhi laju evapotranspirasi tanaman dan kesejahteraan fauna. pH tanah yang sama di kedua lokasi (4,5) menunjukkan kondisi tanah yang asam, yang dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis tanaman dan mempengaruhi ketersediaan nutrisi. Suhu tanah yang stabil pada 30°C mendukung aktivitas mikroba tanah yang penting untuk proses dekomposisi dan siklus nutrien. Perbedaan kondisi ini memerlukan strategi pengelolaan yang spesifik untuk setiap area perkantoran guna memastikan lingkungan yang mendukung keberlanjutan ekosistem dan produktivitas di IT Teluk Kabung.


 

b.    Keanekaragaman flora

Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi di lokasi penelitian, secara keseluruhan ditemukan 8 spesies flora yang tersebar di ekosistem perkantoran IT Teluk Kabung (Tabel 12, Gambar 13)

Syzygium myrtifolium

Swietenia macrophylla

Mangifera indica

Polyalthia longifolia

 

Gambar 17. Flora yang ditemukan dalam ekosistem perkantoran IT Teluk Kabung


Tabel 12. Komposisi vegetasi penyusun ekosistem perkantoran IT Teluk Kabung

No

Famili

Nama Ilmiah

Nama Lokal

Nama Inggris

Status Konservasi

IUCN

CITES

PerMen

1

Anacardiaceae

Mangifera indica

Mangga

Mango

DD

-

-

2

Annonaceae

Polyalthia longifolia

Glodogan/Asoka Tiang

Ashoka, Indian Mast Tree

LC

-

-

3

Caricaceae

Carica papaya

Pepaya

Papaya

DD

-

-

4

Arecaceae

Cocos nucifera

Kelapa

Coconut

-

-

-

5

Meliaceae

Swietenia macrophylla

Besi, Mahoni

Big-leaf Mahogany, Honduran Mahogany

VU

II

-

6

Myrtaceae

Syzygium myrtifolium

Pucuk Merah

Eugenia Oleina

-

-

-

7

Sapindaceae

Dimocarpus longan

Kelengkeng, Lengkeng

Longan

DD

-

-

8

Sapindaceae

Pometia pinnata

Matoa

Fijian Longan, Oceanic Lychee

LC

-

-

Catatan:

IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resource): CR= Critically Endangered (Kritis), EN= Endangered (Genting), VU= Vurnerable (Rentan), NT= Near Thatened (Mendekati Terancam), LC= Least Concern (Resiko Rendah), NE= Not Evaluated (Tidak Dievaluasi); CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora); PerMen= Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.112/2018

Kategori CITES (https://www.cites.org):

Appendiks I (Semua jenis yang terancam punah dan berdampak apabila diperdagangkan. Perdagangan hanya diijinkan hanya dalam kondisi tertentu misalnya untuk riset ilmiah); Appendiks II (Jenis yang statusnya belum terancam, tetapi akan terancam punah apabila dieksplotasi berlebihan); Appendiks III (Seluruh jenis yang juga dimasukkan dalam peraturan di dalam perdagangan dan negara lain berupaya mengontrol dalam perdagangan tersebut agar terhindar dari eksploitasi yang tidak berkelanjutan).

 

Keanekaragaman flora di ekosistem perkantoran IT Teluk Kabung terdiri dari delapan spesies utama, dengan spesies dominan seperti Syzygium myrtifolium (Pucuk Merah), Polyalthia longifolia (Glodogan), dan Mangifera indica (Mangga), masing-masing memiliki kelimpahan relatif sebesar 26,08%. Meskipun demikian, indeks keanekaragaman flora yang tercatat hanya sebesar 0,033, menunjukkan bahwa ekosistem ini didominasi oleh beberapa spesies tertentu, yang mengindikasikan rendahnya diversitas vegetasi. Dominasi spesies ini berpotensi menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem, karena spesies lain dengan fungsi ekologi penting mungkin tidak mendapatkan ruang yang memadai untuk berkembang. Dampaknya, resilien ekosistem terhadap gangguan eksternal, seperti perubahan iklim atau serangan hama, menjadi terbatas.

 

Struktur vegetasi mangrove di IT Teluk Kabung, dengan distribusi jumlah total individu, Kelimpahan (K), Kerapatan Relatif (KR), dan estimasi penyerapan karbon dapat dilihat pada Tabel 13, Gambar.


 

Tabel 13. Distribusi jumlah total individu, kelimpahan relatif (KR), dan estimasi penyerapan karbon (C) pada vegetasi penyusun ekosistem perkantoran IT Teluk Kabung

 

No

Nama Ilmiah

Nama Lokal

Nama Inggris

Jumlah

KR (%)

Estimasi Penyerapan Karbon (kg/m3)

1

Mangifera indica

Mangga

Mango

12

26,09

823,1

2

Polyalthia longifolia

Glodogan/Asoka Tiang

Ashoka, Indian Mast Tree

12

26,09

407,68

3

Cocos nucifera

Kelapa

Coconut

2

4,35

483,72

4

Carica papaya

Pepaya

Papaya

2

4,35

5,17

5

Swietenia macrophylla

Besi, Mahoni

Big-leaf Mahogany, Honduran Mahogany

1

2,17

21843,41

6

Syzygium myrtifolium

Pucuk Merah

Eugenia Oleina

12

26,09

1133,29

7

Dimocarpus longan

Kelengkeng, Lengkeng

Longan

3

6,52

489,94

8

Pometia pinnata

Matoa

Fijian Longan, Oceanic Lychee

2

4,35

518,5

Total

 

46

100

25704,8

 

 

Gambar 18. Kelimpahan relatif vegetasi ekosistem perkantoran

                   


Penyerapan karbon oleh Swietenia macrophylla (Besi Mahoni) dalam ekosistem perkantoran IT Teluk Kabung menunjukkan kontribusi yang sangat signifikan, dengan estimasi mencapai 2.184.341 kg/m³. Meski hanya terdapat satu individu spesies ini di lokasi, kemampuannya dalam menyerap karbon setara dengan mengurangi emisi dari ribuan kendaraan bermotor selama setahun, mengingat bahwa satu mobil rata-rata menghasilkan sekitar 4,6 metrik ton CO2 per tahun. Kontribusi besar ini menyoroti pentingnya spesies pohon dengan biomassa besar dalam mitigasi perubahan iklim, karena mereka dapat menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan spesies yang lebih kecil atau dengan biomassa lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan pohon-pohon besar tidak hanya penting untuk stabilitas ekosistem tetapi juga untuk peran krusial mereka dalam upaya global untuk mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer.

Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan keanekaragaman dan stabilitas ekosistem, penerapan strategi penghijauan yang lebih beragam dapat dilakukan. Penambahan spesies baru yang memiliki fungsi ekologi yang saling melengkapi akan membantu menciptakan ekosistem yang lebih seimbang dan berkelanjutan, misalnya dengan penanaman pohon pakan atau pangan. Strategi ini tidak hanya akan meningkatkan kemampuan penyerapan karbon secara keseluruhan di lingkungan perkantoran, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kualitas udara, pengurangan efek rumah kaca, serta peningkatan kesejahteraan lingkungan dan karyawan. Dengan demikian, implementasi strategi penghijauan yang terencana dan terintegrasi ini akan mendukung PT Pertamina dalam mencapai visi keberlanjutan jangka panjang, sekaligus menunjukkan komitmen perusahaan terhadap pelestarian lingkungan dan mitigasi perubahan iklim.

 

c.    Keanekaragaman fauna

Keanekaragaman fauna di ekosistem perkantoran IT Teluk Kabung, yang mencakup 14 jenis burung (Aves) dan 5 jenis serangga (Insekta), memberikan gambaran tentang bagaimana spesies-spesies ini beradaptasi dengan lingkungan buatan di sekitar perkantoran.

 


 

 

Tekukur Biasa

(Spilopelia chinensis)

 

 

Manyar Tempua

(Ploceus phlippinus)

 

 

Layang-layang Batu

(Hirundo tahitica)

 

 

Takur Ungkut-ungkut

(Psilopogon haemachepalus)

 

 

Kekep Babi

(Artamus leucorynchus)

 

 

 

Merbah Cerukcuk

(Pynonotus analis)

 

 

Kupu-kupu

(Famili Lepidoptera)

 

 

Kupu-kupu

(Famili Lepidoptera)

 

 

Kupu-kupu

(Famili Lepidoptera)

 

 

Ikan Gabus

(Canna striata)

 

Gambar 19. Beberapa spesies yang ditemukan di ekosistem perkantoran IT Teluk Kabung

 


 

Tabel 14. Daftar spesies fauna yang ditemukan di ekosistem perkantoran

I. Aves (Burung)

 

 

 

 

 

 

No

 Famili

Nama Ilmiah

Nama Lokal

Nama Inggris

Jumlah

IUCN

CITES

1

Alcedinidae

Todirhamphus cholris

Cekakak sungai

Collared Kingfisher

1

LC

-

2

Apodidae

Collocalia linchi

Walet linchi

Cave swiftlet

25

LC

-

3

Apodidae

Rhapidura leucopygialis

Kapinis-jarum kecil

Silver-rumped spinetail

7

LC

-

4

Artamidae

Artamus leucorynchus

Kekep babi

White-breasted woodswallow

4

LC

-

5

Columbidae

Spilopelia chinensis

Tekukur biasa

Spotted dove

10

LC

-

6

Estrildidae

Lonchura leucogastra

Bondol perut-putih

White-bellied munia

2

LC

-

7

Estrildidae

Lonchura maja

Bondol haji

White-headed Munia

3

LC

-

8

Estrildidae

Lonchura punctulata

Bondol peking

Scaly-breasted munia

1

LC

-

9

Hirundinidae

Hirundo tahitica

Layang-layang batu

Pacific Swallow

10

LC

-

10

Megalaimidae

Psilopogon haemachepalus

Takur ungkut-ungkut

Coppersmith barbet

2

LC

-

11

Nectariniidae

Cinnyris jugularis

Madu sriganti

Olive-backed sunbird

1

LC

-

12

Passeridae

Passer montanus

Burung gereja

Eurasian tree sparrow

11

LC

-

13

Ploceidae

Ploceus phlippinus

Manyar tempua

Baya weaver

20

LC

-

14

Pycnonotidae

Pycnonotus goiavier

Merbah cerukcuk

Yellow-vented bulbul

4

LC

-

Total

101

 

 

II. Insecta (Serangga)

 

 

 

 

No

 Famili

Nama Ilmiah

Nama Lokal

Nama Inggris

Jumlah

IUCN

CITES

1

Libellulidae

Orthetrum sabina

Capung hijau

Slender skimmer

2

LC

-

2

Libellulidae

Pantala flavescens

Capung kuning

Wandering Glider

10

LC

-

3

Lycaenidae

Zizina otis

Alan biru kecil

Common Grass-blue

10

LC

-

4

Nymphalidae

Ypthima iarba

Perumput malaya larba

Common five-ring

3

LC

-

5

Pieridae

Cepora nerissa

Camar biasa

Common gull butterfly

4

LC

-

Total

29

 

 

Catatan:

IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resource): CR= Critically Endangered (Kritis), EN= Endangered (Genting), VU= Vurnerable (Rentan), NT= Near Thatened (Mendekati Terancam), LC= Least Concern (Resiko Rendah), NE= Not Evaluated (Tidak Dievaluasi); CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora); PerMen= Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.112/2018

Kategori CITES (https://www.cites.org):

Appendiks I (Semua jenis yang terancam punah dan berdampak apabila diperdagangkan. Perdagangan hanya diijinkan hanya dalam kondisi tertentu misalnya untuk riset ilmiah); Appendiks II (Jenis yang statusnya belum terancam, tetapi akan terancam punah apabila dieksplotasi berlebihan); Appendiks III (Seluruh jenis yang juga dimasukkan dalam peraturan di dalam perdagangan dan negara lain berupaya mengontrol dalam perdagangan tersebut agar terhindar dari eksploitasi yang tidak berkelanjutan).


 

 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman fauna, khususnya aves (burung) dan insekta (serangga) dalam ekosistem perkantoran di IT Teluk Kabung tergolong sedang, dengan nilai masing-masing terdapat pada Tabel 15.

 

 

Tabel 15. Distribusi keanekaragaman fauna (H’) di ekosistem perkantoran

No

Jenis

H' fauna

Kategori

1

Aves (burung)

1,426

Sedang

2

Insekta (serangga)

2,200

Sedang

 

 

Keanekaragaman fauna di ekosistem perkantoran IT Teluk Kabung menunjukkan bahwa area ini mendukung kehidupan yang cukup beragam, terdiri dari 14 jenis burung (aves) dan 5 jenis serangga (insekta). Data yang diperoleh mencatat spesies burung seperti Collocalia linchi (Walet Linchi) yang mendominasi dengan jumlah 25 individu, diikuti oleh Ploceus philippinus (Manyar Tempua) dengan 20 individu. Meskipun demikian, indeks keanekaragaman burung yang tercatat sebesar 2,20 mengindikasikan keanekaragaman yang sedang, di mana ada beberapa spesies yang mendominasi populasi. Dari sisi serangga, indeks keanekaragaman yang mencapai 1,426 menunjukkan keragaman yang cukup tinggi di antara spesies seperti Zizina otis (Alang Biru Kecil) dan Pantala flavescens (Capung Kuning). Dominasi beberapa spesies burung dan serangga tertentu di satu sisi menunjukkan adaptasi spesifik terhadap kondisi lingkungan perkantoran, namun juga mengisyaratkan potensi ketidakseimbangan ekosistem jika terjadi perubahan lingkungan yang signifikan. Oleh karena itu, PT Pertamina perlu mempertimbangkan pengelolaan habitat yang lebih beragam untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan memastikan keberlanjutan fungsi ekologis, yang mendukung keanekaragaman hayati sekaligus memberikan manfaat bagi lingkungan perkantoran. Salah satu yang dapat dilakukan adalah menambah pohon pakan atau pangan di ekosistem perkantoran ini, sehingga menarik jenis-jenis fauna lainnya.


 

5.      Analisis Ekosistem

Berdasarkan analisis ekosistem yang dilakukan di wilayah operasional PT Pertamina IT Teluk Kabung, indeks keanekaragaman Shannon-Wienner (H') menunjukkan bahwa keanekaragaman flora di ekosistem perkantoran dan mangrove berada dalam kategori relatif rendah, sedangkan indeks keanekaragaman fauna di ekosistem perkantoran tergolong dalam kategori sedang, kemudian pada ekosistem mangrove relatif rendah. Selain itu pada ekosistem terumbu karang, di Teluk Kabung Tengah tutupan karang mencapai 14,1% dan di Teluk Kabung Selatan (Pulau Pasumpahan) dengan indeks kesehatan sebesar 83,33% (Tabel 16).

 

Tabel 16. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner (H’) per ekosistem

No

Lokasi

Ekosistem

H’ Flora

H’ Fauna

Terumbu Karang

1

IT Teluk Kabung

Perkantoran

0,033 (rendah)

2,200 (insecta, sedang)

1,426 (aves, sedang)

2

Teluk Kabung Tengah

Mangrove

0,007 (rendah)

0,82 (rendah)

14,1%*; 0%**

3

Teluk Kabung Selatan

(Pulau Pasumpahan)

Terumbu

karang

-

-

83,33%**

*tutupan karang

**kesehatan karang

 

 

a.    Interaksi Antar Spesies

Di ekosistem perkantoran IT Teluk Kabung, interaksi antar spesies terutama melibatkan flora seperti Mangifera indica (Mangga) dan Swietenia macrophylla (Besi Mahoni) dengan fauna seperti burung Collocalia linchi (Walet Linchi) dan serangga Zizina otis (Alang Biru Kecil). Pohon mangga yang menghasilkan buah menyediakan sumber makanan bagi burung dan serangga, sementara keberadaan vegetasi tinggi seperti mahoni memberikan tempat berteduh dan sarang. Interaksi ini menciptakan ekosistem yang dinamis di mana spesies flora mendukung keberadaan fauna, yang pada gilirannya membantu dalam proses polinasi dan penyebaran benih.

Di ekosistem mangrove Teluk Kabung Tengah, interaksi antar spesies sangat kompleks dan vital untuk keseimbangan ekosistem. Rhizophora apiculata (Bakau Minyak) yang mendominasi area ini tidak hanya berperan dalam stabilisasi tanah dan penyerapan karbon, tetapi juga menyediakan habitat bagi fauna seperti Periophthalmus sp. (Ikan Glodok) dan Uca sp. (Kepiting Biola). Ikan glodok, misalnya, memanfaatkan akar bakau untuk perlindungan, sementara aktivitasnya dalam membuat lubang di tanah membantu aerasi dan meningkatkan kesuburan substrat. Kepiting biola berperan sebagai detritivor, mendaur ulang bahan organik dan membantu menjaga kualitas tanah.

Di ekosistem terumbu karang Pulau Pasumpahan, yang merupakan hasil program transplantasi karang bermanfaat dalam interaksi antar spesies memainkan peran penting dalam keberlanjutan ekosistem laut. Karang keras seperti Acropora menyediakan struktur kompleks yang menjadi habitat bagi berbagai spesies ikan karang, invertebrata, dan alga simbiotik (zooxanthellae). Ikan dari keluarga Chaetodontidae (Butterflyfish) misalnya, berinteraksi dengan karang melalui aktivitas makan mereka yang membantu mengendalikan pertumbuhan alga dan menjaga kesehatan karang. Interaksi ini esensial untuk menjaga keseimbangan ekosistem terumbu karang, yang pada gilirannya mendukung keanekaragaman hayati laut.

 

b.    Kondisi Masing-Masing Ekosistem

Kondisi ekosistem perkantoran di IT Teluk Kabung menunjukkan keberadaan vegetasi yang cukup beragam dengan dominasi spesies tertentu seperti Syzygium myrtifolium (Pucuk Merah) dan Polyalthia longifolia (Glodogan). Meskipun demikian, indeks keanekaragaman flora yang relatif rendah mengindikasikan adanya dominasi spesies tertentu, yang bisa mengurangi resilien ekosistem terhadap perubahan lingkungan. Mikroklimat di area perkantoran juga mempengaruhi distribusi flora dan fauna, di mana intensitas cahaya dan suhu yang berbeda antara bagian depan dan belakang kantor memengaruhi proses fotosintesis dan aktivitas fauna.

Ekosistem mangrove di Teluk Kabung Tengah didominasi oleh Rhizophora apiculata yang memiliki kelimpahan relatif sangat tinggi. Kondisi abiotik di area ini, seperti suhu udara yang mencapai 31,5°C dan pH tanah 5,2, mendukung pertumbuhan spesies mangrove ini. Namun, dominasi satu spesies dapat mengurangi keanekaragaman flora, yang berpotensi menurunkan stabilitas ekosistem. Mangrove di sini berfungsi sebagai penyangga penting antara laut dan darat, menyediakan habitat bagi spesies seperti ikan glodok dan kepiting biola yang memiliki peran penting dalam siklus nutrien dan stabilisasi ekosistem.

Ekosistem terumbu karang di Pulau Pasumpahan, Teluk Kabung Selatan, menunjukkan kondisi yang baik untuk pertumbuhan karang dengan kecerahan air yang mencapai 7 meter dan suhu air 30,4°C. Meskipun demikian, suhu air yang mendekati batas toleransi dapat menyebabkan pemutihan karang jika terjadi kenaikan lebih lanjut. Tutupan karang di wilayah ini tercatat sebesar 14,1%, yang termasuk dalam kategori buruk, namun kehadiran ikan indikator seperti dari genus Chaetodontidae menunjukkan bahwa ekosistem masih memiliki potensi untuk pemulihan jika dikelola dengan baik.

 

c.    Perubahan dan Ancaman terhadap Keanekaragaman

Perubahan dan ancaman terhadap keanekaragaman hayati di ekosistem perkantoran maupun mangrove, beberapa diantaranya disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pariwisata dan adanya sendimentasi di perairan laut sekitar Teluk Kabung Tengah. Hal ini tentunya akan mengganggu jumlah spesies yang ada, serta mempengaruhi interaksi alami yang terjadi di dalam ekosistem tersebut (Tabel 17).

Tabel 17. Perubahan dan Ancaman terhadap Keanekaragaman Hayati

No

Ekosistem

Perubahan dan Ancaman

Dampak terhadap Keanekaragaman Hayati

Upaya Pengelolaan yang Direkomendasikan

1

Perkantoran

Dominasi spesies tertentu dan perubahan mikroklimat

 

Penurunan resilien ekosistem dan berkurangnya keanekaragaman

Diversifikasi jenis tanaman, penanaman pohon pakan/pangan, dan pengelolaan mikroklimat

2

Mangrove

Dominasi Rhizophora apiculata dan perubahan pH tanah

Ketidakseimbangan ekosistem dan menurunnya keanekaragaman flora dan fauna

 

Restorasi dan diversifikasi vegetasi, pemantauan pH tanah, dan konservasi mangrove

3

Terumbu karang

Pemanasan global, tutupan air laut, dan sendimentasi

Pemutihan karang dan penurunan keanekaragaman hayati laut

Peningkatan pengelolaan konservasi laut, penanaman karang, dan monitoring suhu laut

 

 

6.     Peta Persebaran Keanekaragaman Hayati

Peta pesebaran keanekaragaman fauna digunakan untuk mengetahui sebaran spesies suatu komunitas pada wilayah tertentu. Hasil pemetaan sebaran fauna di sajikan pada Gambar 14 meliputi wilayah Teluk Kabung Selatan (Pulau Pasumpahan), Teluk Kabung Tengah. Pola sebaran fauna pada setiap pulau beragam, ada yang berkumpul di satu titik tertentu, adapula yang menyebar. Umumnya pola sebaran fauna yang ditemui lebih cenderung menyebar.

 

Gambar 20. Peta persebaran fauna di ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang
di Teluk Kabung Tengah

Gambar 17. Peta persebaran fauna di ekosistem terumbu karang di Teluk Kabung Selatan
(Pulau Pasumpahan
)

 

Gambar 22. Peta persebaran fauna di ekosistem perkantoran IT Teluk Kabung

 

Sebaran spesies menggambarkan cara suatu fauna tersebar secara spasial (sebaran acak, mengelompok, atau seragam). Peta sebaran menunjukkan batas geografis di mana spesies dapat ditemukan, dan pola sebaran ini dapat bervariasi tergantung pada tipe ekosistem yang mendukung kelangsungan hidup fauna. Menurut Odum (1993), sebaran spesies yang seragam dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran jumlah individu pada tiap jenisnya. Sedikitnya perjumpaan atau sebaran pada titik tertentu di suatu pulau, bisa jadi karena faktor rendahnya keberagaraman vegetasi di sana. Apabila perjumpaan atau sebaran fauna menyebar, bisa jadi karena keberagaman vegetasinya lebih tersebar merata sehingga fauna dapat memperoleh kebutuhannya dari berbagai sisi pulau.

 

 

 


 

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1.      Kesimpulan

Berdasarkan hasil penyusunan baseline data di ekosistem mangrove, terumbu karang, dan perkantoran di wilayah binaan IT Teluk Kabung, dapat disimpulkan beberapa poin penting sebagai berikut:

a.     Pendataan baseline ini mengidentifikasi dan menganalisis keanekaragaman flora dan fauna dalam ekosistem mangrove di Teluk Kabung, Rhizophora apiculata yang menunjukkan kelimpahan relatif tertinggi sebesar 98,40%. Fauna yang ditemukan di ekosistem ini mencakup berbagai jenis ikan, crustacea, dan burung, yang berperan penting dalam rantai makanan dan keseimbangan ekosistem.

 

b.     Ekosistem terumbu karang di Teluk Kabung juga menunjukkan variasi yang signifikan dalam spesies karang dan ikan karang. Metode pengamatan yang diterapkan mengungkapkan bahwa beberapa spesies karang seperti Acropora dan Porites mendominasi komunitas karang, dengan kondisi kesehatan yang bervariasi dari baik hingga terancam. Keanekaragaman fauna laut, termasuk ikan karang dan invertebrata, menunjukkan potensi besar untuk konservasi dan pariwisata berkelanjutan.

 

c.     Ekosistem perkantoran di Teluk Kabung, meskipun berbeda secara ekologis, turut menyumbang keanekaragaman hayati lokal melalui taman-taman dan ruang hijau yang mendukung berbagai spesies tumbuhan dan serangga. Keberadaan tanaman hijau di sekitar perkantoran membantu mengurangi polusi udara dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif.

 

2.      Rekomendasi

Implementasi rekomendasi ini diharapkan dapat meningkatkan keberlanjutan ekosistem di Teluk Kabung, serta mendukung visi PT Pertamina IT Teluk Kabung dalam berkontribusi pada konservasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.

Tabel 18. Rekomendasi program

 

No

Aspek

Rekomendasi

Penjelasan

1

Perkantoran

(IT Teluk Kabung)

Perbanyak tanaman buah/pakan dan rapikan bagian belakang

 

Menambah tanaman buah (contoh: Mangifera indica (Mangga), Psidium guajava (Jambu Biji), Syzygium samarangense (Jambu Air)) yang mudah didapat dan dirawat akan menarik spesies kupu-kupu dan burung, yang berfungsi sebagai bioindikator lingkungan yang baik. Merapikan area belakang kantor akan menciptakan ruang yang lebih kondusif bagi flora dan fauna, serta meningkatkan kualitas lingkungan kerja.

2

Ekosistem Terumbu Karang (Teluk Kabung Tengah)

Remediasi perairan

Bioremediasi diperlukan karena tingginya sedimentasi sehingga jarak pandang di bawah air menjadi sangat terbatas. Hal ini akan membantu memperbaiki kualitas perairan, meningkatkan kesehatan terumbu karang, dan mendukung keanekaragaman hayati laut.

3

Ekosistem Terumbu Karang (Teluk Kabung Selatan)

Pengembangan area ekoeduwisata dengan fasilitas snorkeling coral garden

Menambahkan fasilitas snorkeling dan jasa interpreter akan meningkatkan nilai edukatif dan wisata di area ini. Program ini tidak hanya meningkatkan kesadaran lingkungan di kalangan pengunjung tetapi juga memberikan sumber pendapatan tambahan bagi komunitas lokal.

 

4

Ekosistem Mangrove (Teluk Kabung Tengah)

Pengembangan jalur canoeing atau jembatan trekking di antara mangrove

Membuat jalur canoeing atau jembatan trekking akan meningkatkan daya tarik wisata mangrove, memungkinkan pengunjung untuk mengeksplorasi ekosistem secara lebih mendalam. Ini juga akan mendukung pelestarian mangrove melalui edukasi dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan konservasi.

 

5

Pengawasan dan Perlindungan Ekosistem Laut

Monitoring rutin dan implementasi kawasan konservasi

Implementasi monitoring rutin dan konservasi laut bertujuan untuk menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang dan mengurangi tekanan dari aktivitas antropogenik, seperti overfishing dan polusi, yang dapat merusak ekosistem laut.

 

6

Penelitian Lanjutan dan Pengembangan Teknologi

Penggunaan teknologi terbaru untuk pemantauan ekosistem

Mendukung penelitian lanjutan dengan teknologi terbaru, seperti drone dan sensor lingkungan, akan memberikan data yang lebih akurat untuk pengelolaan ekosistem yang efektif. Ini akan membantu PT Pertamina dalam upaya konservasi jangka panjang dan mendukung pembangunan berkelanjutan.

 

 

Rekomendasi-rekomendasi ini dirancang untuk mendukung kelestarian ekosistem di wilayah Teluk Kabung, sejalan dengan visi PT Pertamina IT Teluk Kabung dalam berkontribusi pada konservasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Implementasi yang tepat dari rekomendasi ini diharapkan dapat memperkuat keanekaragaman hayati lokal, mendukung keberlanjutan ekosistem, dan memberikan manfaat jangka panjang bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.


 [AV1]Foto kondisi karang hasil transplantasi yang dimonitoring

 [AV2]fotonya?

 [AV3]fotonya

 [AV4]foto karang






Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEBERHASILAN PROGRAM PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI PT PERTAMINA PATRA NIAGA INTEGRATED TERMINAL TELUK KABUNG

LAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM INOVASI ASPEK KEANEKARAGAMAN HAYATI PROGRAM TRANSPLANTASI TERUMBU KARANG DENGAN METODE ARC